Laman

Rabu, 08 Januari 2014

Pagi Bu Guru!

Hai!

Hari ini hidup baruku dimulai. Aku mendapakan sebah tawaran kesempatan mengajar. Tawaran ini diberikan pada hari Senin kemarin. Senin siang itu tiba-tiba ada panggilan masuk ke nomor m3ku. Nomor tak dikenal. Sebenarnya aku agak ragu untuk mengangkatnya, karena nomor itu benar-benar nomor asing, bukan nomor telepon kantor pula (biasanya kalo nomor telepon kantor/rumah cepat aku angkat, karena aku pikir itu pasti telepon penting! :D). Namun akhirnya telepon itu aku angkat juga. 

"Assalamu'alaikum, mbak Ulfah?" terdengar sapaan dari seberang. Waktu itu aku masih berpikir ini telepon dari siapa. "Iya, ini siapa?" Jawabku akhirnya. Kemudian percakapan berlangsung bergantian, sambung menyambung.

"Begini mbak, kemarin mbak Ulfah memasukkan lamaran ke SMK Tunas Bangsa?"

"Oh iya, bagaimana bu?"

"Ini saya bu Anik dari SMK Tunas Bangsa. Kemarin saya baca daftar riwayat anda, pada kolom keahlian keterampilan, salah satu yang tertulis di sana itu photoshop. Benar?"

"Oh.. Emmmm, iya bu, benar". Astaga! Daftar riwayatku! Aku bahkan lupa kalau pernah mencantumkan photosop di sana. Biasanya aku memakai photosop itu ya untuk mengedit foto, paling rumit itu aku menggunakan photosop untuk membuat desain cover buku antologi puisiku sendiri, itu pun hanya untuk dinikmati pribadi dan beberapa orang terdekatku. 

"Begini mbak, mbak Ulfah ini jurusannya Bahasa Indonesia ya? Sebelumnya saya mohon maaf sekali, mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK Tunas Bangsa sudah ada yang mengampu. Nah, kebetulan di sekolah kami membutuhkan bantuan dalam pengajaran grafika. Ini dalam daftar riwayat anda tertulis menguasai photosop, saya rasa cocok untuk membantu mengajar mata pelajaran produktif jurusan grafika. Kalau mbak Ulfah berkenan, besok silakan datang ke sekolah untuk bertemu dengan kepala sekolah".

Apa?? Grafika?? Bukan Bahasa Indonesia?? Aku sempat kecewa mendengar kabar siang itu. Bagaimana tidak, aku lulus kuliah menyandang gelar sarjana pendidikan Bahasa Indonesia, dan hari ini ada tawaran yang memintaku untuk mengajar di luar bidangku. Apa yang harus aku lakukan?

"Oh begitu ya bu, tapi saya belum sepenuhnya menguasai program photosop bu".

"Kalau membuat desain cover bisa?"

"Emmmm, saya pernah membuat sih bu, tapi bukan untuk dijual, hanya untuk dinikmati pribadi".

"Ya setidaknya kan tahu programnya, kalau masalah bisa atau tidak nanti bisa dipelajari. Jadi besok bisa datang ke sekolah untuk bertemu dengan Bapak Kepala Sekolah ya?"

"Iya sudah bu, nanti saya coba dulu".

"Kalau begitu besok bisa datang ke sekolah pukul 10 ya mbak".

"Baik, bu".

Begitulah akhir pembicaraan kami di telepon. Aku memutuskan untuk mengambil tawaran itu. Toh baru akan bertemu dengan kepala sekolah, untuk urusan mengajar atau tidak nanti diputuskan setelah bertemu dengan kepala sekolah. Begitu pikirku.

Maka keesokan harinya, seperti yang sudah disepakati aku datang ke SMK Tunas Bangsa pukul 10 tepat. Di sana aku disambut bu Anik (yang menghubungiku kemarin) dan Bapak Kepala Sekolah. Aku tidak menyangka bahwa Bapak Kepsek ini langsung to the point, tanpa aling-aling apapun, memintaku untuk bersedia berjuang dan bergabung dengan guru-guru di sana untuk mengampu mata pelajaran grafika. Tidak cukup hanya itu, beliau juga menambahkan satu mata pelajaran lagi yang kebetulan memang belum ada pengajarnya, yaitu seni budaya. Astaga! Apa-apaan ini! Saat Bapak Kepsek berbicara panjang lebar, aku lebih banyak diam dan duduk takzim mendengarkan. 

Waktu itu beliau juga menjelaskan bahwa beliau memahamiku sebagai lulusan Bahasa Indonesia, namun menurut beliau sebuah pengalaman mengajar juga sangat penting bagi seorang guru. Beliau juga berdalih, dengan aku mengampu mata pelajaran yang di luar bidangku, secara otomatis aku juga belajar ilmu baru. ("Hahaha. Tapi aku tidak ingin mengambil lahan pekerjaan orang lain, Pak!" Begitu pikirku saat waktu itu)

Aku ingin sekali menolak permintaan beliau waktu itu, namun demi kesopanan, aku beralasan ingin meminta persetujuan orang tua dulu. Bapak Kepala Sekolah pun mengamini, namun tetap dengan jejalan kalimat bujukan agar aku bersedia mengajar di sana. Beliau memintaku untuk segera memberi kabar ke sekolah, jika aku bersedia dan mengambil tawaran ini, beliau langsung memberiku kesempatan mengajar besok paginya. Sebelum aku pamit pulang, beliau juga memintaku untuk mengcopy modul-modul grafika. Dan akhirnya aku pulang dengan membawa segudang perasaan campur aduk dan keputusan yang harus segera aku ambil.

Sampai rumah, apa yang aku lakukan? Tentu saja aku bercerita panjang lebar kepada Ibuk. Menceritakan setiap detail yang dibicarakan dengan kepsek, dan tak lupa mengatakan segala yang terpendam dalam hatiku. Selayaknya ibu yang bijaksana, Ibuk pun menyarankan kepadaku untuk mengambil tawaran itu, toh menurut beliau setiap hari aku hanya berkegiatan di sore hari, jadi lebih baik pagi harinya digunakan untuk mengajar di sekolah. Lagipula, kalau ada tetangga yang berkomentar kan setidaknya kamu sudah memiliki jawaban, (omongan tetangga! Ini bagian yang paling aku benci) begitu nasehat beliau kepadaku. 

Malamnya, aku juga bercerita kepada Bapak, dan jawabannya kurang lebih sama. Mungkin memang orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, dan mungkin inilah jalan terbaik yang dipilihkan orang tua untukku. 

Hari ini, tepat pukul 7 pagi aku sudah bertandang ke SMK Tunas Bangsa. Menuruti nasehat orang tua. Aku belum pernah mengajar siswa SMK sebelumnya, apalagi mengajar mata pelajaran yang bukan bidangku. Akan aku taklukkan tantangan ini. Dan semoga kesempatan mengajar ini (benar-benar) menambah daftar pengalaman mengajarku.

"Selamat pagi, siswaku!" sapa bu Ulfah di kelas X grafika hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca Dermawan nulis komentar, Pembaca Sopan follow Ulfah Mey Lida's Blog, Pembaca Budiman nulis komentar dan follow Ulfah Mey Lida's Blog.