Laman

Jumat, 30 Mei 2014

Cerita Kita Tak Sesingkat Senja

Hai!


Entah kapan terakhir kali aku memimpikan senja di akhir purnama. Merengkuh setiap rona jingga dalam bias cahaya bersama seorang pujangga. Menikmati buih demi buih yang membawa senja pada titik pudarnya.

Entah sejak kapan aku terbiasa mendambanya. Menanti saat-saat Surya mendekat pada pusara. Hingga tergambar awan mega jingga merona.

Entah..

Entah harus kugambarkan dengan apa, saat kemarin kamu membawaku pada pujaanku itu. Rona di wajahku hampir sama seperti rona langit sore itu. Kicauan burung senja seperti meneriakkan kerinduan. Kerinduan yang tak pernah pudar meski waktu enggan memberi kesempatan. 

Kemarin, akhirnya, aku bisa meneriakkan, senandung senja, bersama orang yang paling kudamba. Berkecipak pada jingga dalam tawa yang menggema. Dan membisikkan nafas cinta di kala senja mulai menggelayut manja.


Terima kasih telah setia menanti senja sejak cinta masih belia. Selalu memberikan rona jingga pada hati yang memuja. Dan menjaga pesonanya agar tak pudar di lesapan bayang-bayang.


Aku nantikan senja di penghujung purnama berikutnya. 

Salam sayang.

Selasa, 06 Mei 2014

Harapan yang Datang dari Hati yang Berharap

Hai!

Baru kemarin postingan terakhir terbit, malam ini sudah kepingin nulis lagi. Ahhh, Mei memang selalu mengusik hati.

Sebenarnya aku tidak sedang bersuka cita, hati ini justru terasa hampa tatkala bercengkrama dengan saudara seusai senja. Tadi, aku memergoki saudara yang saat ini duduk di bangku kelas sembilan sedang bersantai di teras rumahnya. 

"Mbokya belajar, wong besok masih UN. Bahasa Inggris kan?"

Tak ada jawaban. Lantas aku tegur kembali.

"Nggak mau belajar?"

"Nggak punya bukunya." menjawab teguranku dengan muka nanar.

Astaga! Seketika itu pikiranku tersadar dan kembali ke beberapa bulan yang lalu. Ketika desa kami di landa banjir besar, sawah rumah tenggelam, harta benda melayang. Termasuk buku-buku pelajaran. Saat itu kami tidak sempat menyelamatkan apapun kecuali nyawa kami dan orang terdekat. 

Seketika hati ini miris. Sedih, membayangkan siswa yang hendak ujian harus terlantar karena tak punya materi yang hendak dikhatamkan. Seperti merajut tanpa benang. Meski ada jarum dan kemauan, namun tetap tak bisa ciptakan baju rajutan. Bagaimanalah ini?

Aku tak kuasa membayangkan anak itu mengerjakan soal-soal berbahasa Inggris besok. Memahami pertanyaannya saja dia kesulitan apalagi harus memilih jawaban yang benar. Tanggung jawab siapakah ini? Guru? Orang tua? Saudara?

Dan ketika pertanyaan-pertanyaan itu terlontar, maka akulah yang harus disalahkan. Aku seorang guru. Aku terhitung saudara dari anak itu. Dan aku calon orang tua.

Aku tahu aku salah. Aku juga tahu aku harus bertanggung jawab. Tapi bagaimanalah? Sedang benang pun aku tak punya. Jarumku tak mampu merajut menebus kesalahan dengan harapan semu.

Picture by www.adaptive-edge.com 

Senin, 05 Mei 2014

Tentang 5 Mei dan Ujian Nasional!

Hai!

Selamat malam! Selamat tanggal 5 Mei! :D

Logo Google untuk tanggal 5 Mei :D

Ucap syukur tak henti-hentinya aku lakukan hari ini. Syukur atas kelancaran UN Bahasa Indonesia hari ini dan syukur atas limpahan rahmat kepadaku hingga aku dapat merasakan kehangatan kasih sayang bersama orang-orang terdekatku hingga usia 22 tahun. Mendapat ucapan, bingkisan, hingga kejutan dari orang-orang terdekat merupakan kebahagiaan terindah bagiku.

Hari sebelumnya, tanggal 4 Mei 2014 kemarin, aku sebetulnya sempat lupa hari besarku sendiri. Seharian memberikan pemadatan materi UN kepada siswa-siswiku membuat pikiranku hanya terfokus pada UN dan keberhasilan siswa-siswiku menghadapinya. UN, UN, dan UN. Bahkan sepulang menunaikan pekerjaan memberi pemadatan materi itu, aku masih harus menyelesaikan kecamuk pikiranku akan beberapa materi Bahasa Indonesia yang terindikasi rancu dan ambigu. Berdiskusi bersama teman sejurusan, bertukar pendapat, dan saling memberi masukan hingga aku tertidur dan masih belum menyadari bahwa besok ulang tahunku. Bahwa aku lupa ritual menunggu jam 12 malam hingga ada orang pertama yang mengucapkan. 

Sampai pagi hari tadi, jika tidak mendapat pesan suara dari Temmy Deny Saputro pun, aku masih tidak sadar bahwa hari ini hari ulang tahunku. Yang aku tahu hanyalah UN Bahasa Indonesia sudah di depan mata.

Meskipun beberapa teman mengabarkan UN hari ini berjalan rempong-lancar, aku tetap bersyukur tidak menerima keluhan atau protes siswa-siswiku. Biasanya jika mereka tidak puas dengan ujian yang mereka kerjakan, mereka akan langsung menghubungiku. Alhamdulillah, hari ini tidak. Setelah aku konfirmasi ke beberapa anak, jawaban mereka pun cukup melegakan. Syukurlah.

Lantas, apa kabar hari ulang tahunku?

Hehehe.

Hari ini aku mendapat banyak sekali ucapan selamat, beribu doa, sepucuk surat cinta, satu paket kiriman pos, dan dua kali surprise beserta tiup lilinnya. Betapa indahnya hidup ini! Pulang kerja, masuk rumah sudah disambut keluarga dengan kue tartnya, plus paket kiriman pos yang sudah tergeletak di atas tempat tidur. Dilanjutkan selepas magrib, tamu istimewa datang dengan mengendap-endap membawa kue tart berhias lilin angka dua puluh dua. Betama romantisnya dia!

Tiup lilin pertama

Suapin Ibuk, malah fotonya burem -__-

Tiup lilin ke dua :D

Paket kiriman pos

Sepucuk surat cinta! :*

Terima kasih Tuhan, sudah menghadirkan malaikat-malaikat itu untukku. Terima kasih atas kenikmatan selama dua puluh dua tahun. Dan terima kasih untuk semua yang telah Kau berikan kepadaku.

Kebahagiaan, sesederhana mendapat kejutan. Selamat beristirahat, Kawan. :)

***

Bulatan penuh rembulan malam
Bintang gemintang mengusir kelam
Melukis indah langit purnama
Dalam aroma rasa bahagia

Lima nol lima sembilan dua
Mengurai kasih dari keluarga
Mencecap bahagia rasa di dunia
Menyimpan harap yang selalu ada
Agar kasih bahagia dapat abadi terjaga

***