Laman

Kamis, 09 Januari 2014

Di mana Jantung Sekolahku?

Hai!

Ini hari keduaku. Masuk sekolah tetap pukul 7. Guru-guru yang masuk hari ini berbeda dengan yang masuk kemarin. Ya, (mungkin) memang beginilah mobilitas guru wiyata di sekolah (swasta). Masuk sekolah hanya saat ada jam mengajar saja, bahkan untuk masalah waktu berangkat dan pulang saja, guru wiyata menyesuaikan dengan jadwalnya. Misalnya hari ini jadwal mengajarnya pada jam ke 3-4, sekitar pukul 09.30-11.00 WIB. Biasanya guru yang bersangkutan baru hadir di sekolah sekitar pukul 8 dan pulang selepas pukul 11. Hal ini disebabkan (mungkin, lagi) mereka memiliki sekolah wiyata yang lain. Jadi mereka menyesuaikan jadwal mengajar mereka dengan beberapa sekolah tempatnya wiyata bakti.

Bapak Ibu guru yang hadir di kantor pagi ini kebanyakan masih seumuran denganku, tidak jauh berbeda dengan kemarin. (mungkin) Sebagian besar guru-guru wiyata di sini memang masih seumuran denganku, para fresh graduate. Sedikit lega, aku tidak bakalan canggung untuk berinteraksi dengan mereka, batinku saat itu. Sedikit basa-basi, perkenalan, saling menyebutkan nama, alamat, dan sudah berapa lama mengajar di sini. Ternyata mereka satu tahun lebih berpengalaman daripada aku. Pagi ini, kami asyik bercengkrama dengan perkenalan basa-basi layaknya orang normal lainnya. Stop, ralat, bukan kami, melainkan mereka. Mereka asyik bercengkrama dengan obrolan renyah sebagai salam perkenalan kepadaku. Aku lebih banyak diam mendengarkan, ikut tertawa sesekali, dalam sedikit menimpali obrolan yang aku pahami.

Salam perkenalan basa-basi dari mereka itu kemudian dilanjutkan dengan obrolan yang (terlihat) cukup serius. Melihat itu, aku pun tertarik untuk mendekat ke lingkaran obrolan mereka. Setengah jam bergabung dan mendengarkan, aku tidak paham apa yang sedang mereka bicarakan. Guru wiyata, pembuatan karya, penempatan di sana, entahlah. Aku tidak mengerti konteks yang mereka bicarakan. Dan pembicaraan itu pun selesai ketika ada salah satu staff TU masuk ke ruang guru. Pembicaraan kasak kusuk yang cukup serius itu menguap dengan sendirinya, digantikan dengan obrolan ringan basi-basi kembali. Kalian tahu apa yang aku pikirkan? Kalian pasti tahu.

Aku pun kembali ke mejaku, membuka novel yang sengaja aku bawa dari rumah. Aku lebih baik masuk ke dalam kehidupan lain di dalam novel, daripada memikirkan hal-hal dalam pikiranku yang aku sendiri belum mampu menyimpulkan. Tidak lama kemudian, bel tanda pergantian pelajaran pun berbunyi. Semua guru dalam ruangan ini bergegas masuk ke kelas, tersisa aku sendiri. Hari ini aku memang tidak memiliki jam mengajar (Maaf? Jam mengajar? Kamu kan hanya diminta mendampi pak farid mengajar?). Well, hari ini tidak ada mata pelajaran produktif yang diampu pak Farid, jadi sebenarnya aku bebas tugas, tidak ada kegiatan. Jadi ya beginilah, aku sendirian di kantor dan berusaha menenggelamkan diri dalam kisah Rehan dan Diar.

Tiba-tiba, Bu Anik yang baru saja keluar dari ruang kepala sekolah memanggilku untuk menghadap Bapak Kepala Sekolah. Aku menurut. Sampai di dalam ruang Kepala Sekolah, ternyata beliau sudah menungguku. Yang membuatku heran, Bu Anik juga ikut duduk di sana bukan kembali ke meja kerjanya. Perasaan itu aku redam seperti biasa dan berusaha menunjukkan ekspresi sewajarnya. Bapak Kepala Sekolah seperti biasa langsung berbicara to the point tanpa aling-aling. Ada beberapa hal yang beliau sampaikan saat itu, pertama, beliau memintaku untuk menghandle presensi guru, presensi hadir dan presensi pulang. Kedua, beliau memintaku untuk mengampu mata pelajaran Seni Budaya, kemarin memang sudah pernah beliau sampaikan, hari ini beliau menjelaskan lebih detail mengenai materi pelajaran, jadwal mengajar, dan kelas yang diampu. Ketiga, aku diminta untuk menggantikan bu Rahma, menemani bu Defi memonitoring siswa-siswi kelas IX yang sedang PKL. Terakhir, dan "hal lain-lain", beliau memintaku untuk mengeluarkan ide-ide kreatif yang mampu membantu memajukan sekolah ini. Beliau "menginterogasi"ku berdasarkan bidang yang seharusnya aku ampu, Bahasa Indonesia. Beliau mengorek semua kemampuanku dalam berbahasa, bahkan hingga ke bidang kepramukaan. Yaa karena aku di sini masih sangat baru, aku hanya mendengarkan dan menimpali sebisaku. Saat itu, aku merasa topik pembicaraan yang diberikan Bapak Kepala Sekolah sudah mulai melenceng dari porsiku. Hal-hal di luar bidangku beliau jewantahkan kepadaku, seolah-olah aku ini seorang lulusan baru yang serba bisa, bukan seorang lulusan baru guru Bahasa Indonesia.

Hari ini aku masih berusaha memahami manajemen sekolah wiyata baktiku. Aku masih banyak diam dan mendengarkan. Lebih banyak memahami, mengumpulkan bukti-bukti, dan berusaha menyimpulkan. Hari ini aku tidak masuk kelas, namun aku masuk ke jalan menuju jantung sekolah ini. Semoga besok akan lebih baik dari hari ini.

"Selamat pagi, Bapak Ibu guru!", sapaan hangat dari bu Ulfah di kesunyian ruang guru.

Rabu, 08 Januari 2014

Pagi Bu Guru!

Hai!

Hari ini hidup baruku dimulai. Aku mendapakan sebah tawaran kesempatan mengajar. Tawaran ini diberikan pada hari Senin kemarin. Senin siang itu tiba-tiba ada panggilan masuk ke nomor m3ku. Nomor tak dikenal. Sebenarnya aku agak ragu untuk mengangkatnya, karena nomor itu benar-benar nomor asing, bukan nomor telepon kantor pula (biasanya kalo nomor telepon kantor/rumah cepat aku angkat, karena aku pikir itu pasti telepon penting! :D). Namun akhirnya telepon itu aku angkat juga. 

"Assalamu'alaikum, mbak Ulfah?" terdengar sapaan dari seberang. Waktu itu aku masih berpikir ini telepon dari siapa. "Iya, ini siapa?" Jawabku akhirnya. Kemudian percakapan berlangsung bergantian, sambung menyambung.

"Begini mbak, kemarin mbak Ulfah memasukkan lamaran ke SMK Tunas Bangsa?"

"Oh iya, bagaimana bu?"

"Ini saya bu Anik dari SMK Tunas Bangsa. Kemarin saya baca daftar riwayat anda, pada kolom keahlian keterampilan, salah satu yang tertulis di sana itu photoshop. Benar?"

"Oh.. Emmmm, iya bu, benar". Astaga! Daftar riwayatku! Aku bahkan lupa kalau pernah mencantumkan photosop di sana. Biasanya aku memakai photosop itu ya untuk mengedit foto, paling rumit itu aku menggunakan photosop untuk membuat desain cover buku antologi puisiku sendiri, itu pun hanya untuk dinikmati pribadi dan beberapa orang terdekatku. 

"Begini mbak, mbak Ulfah ini jurusannya Bahasa Indonesia ya? Sebelumnya saya mohon maaf sekali, mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK Tunas Bangsa sudah ada yang mengampu. Nah, kebetulan di sekolah kami membutuhkan bantuan dalam pengajaran grafika. Ini dalam daftar riwayat anda tertulis menguasai photosop, saya rasa cocok untuk membantu mengajar mata pelajaran produktif jurusan grafika. Kalau mbak Ulfah berkenan, besok silakan datang ke sekolah untuk bertemu dengan kepala sekolah".

Apa?? Grafika?? Bukan Bahasa Indonesia?? Aku sempat kecewa mendengar kabar siang itu. Bagaimana tidak, aku lulus kuliah menyandang gelar sarjana pendidikan Bahasa Indonesia, dan hari ini ada tawaran yang memintaku untuk mengajar di luar bidangku. Apa yang harus aku lakukan?

"Oh begitu ya bu, tapi saya belum sepenuhnya menguasai program photosop bu".

"Kalau membuat desain cover bisa?"

"Emmmm, saya pernah membuat sih bu, tapi bukan untuk dijual, hanya untuk dinikmati pribadi".

"Ya setidaknya kan tahu programnya, kalau masalah bisa atau tidak nanti bisa dipelajari. Jadi besok bisa datang ke sekolah untuk bertemu dengan Bapak Kepala Sekolah ya?"

"Iya sudah bu, nanti saya coba dulu".

"Kalau begitu besok bisa datang ke sekolah pukul 10 ya mbak".

"Baik, bu".

Begitulah akhir pembicaraan kami di telepon. Aku memutuskan untuk mengambil tawaran itu. Toh baru akan bertemu dengan kepala sekolah, untuk urusan mengajar atau tidak nanti diputuskan setelah bertemu dengan kepala sekolah. Begitu pikirku.

Maka keesokan harinya, seperti yang sudah disepakati aku datang ke SMK Tunas Bangsa pukul 10 tepat. Di sana aku disambut bu Anik (yang menghubungiku kemarin) dan Bapak Kepala Sekolah. Aku tidak menyangka bahwa Bapak Kepsek ini langsung to the point, tanpa aling-aling apapun, memintaku untuk bersedia berjuang dan bergabung dengan guru-guru di sana untuk mengampu mata pelajaran grafika. Tidak cukup hanya itu, beliau juga menambahkan satu mata pelajaran lagi yang kebetulan memang belum ada pengajarnya, yaitu seni budaya. Astaga! Apa-apaan ini! Saat Bapak Kepsek berbicara panjang lebar, aku lebih banyak diam dan duduk takzim mendengarkan. 

Waktu itu beliau juga menjelaskan bahwa beliau memahamiku sebagai lulusan Bahasa Indonesia, namun menurut beliau sebuah pengalaman mengajar juga sangat penting bagi seorang guru. Beliau juga berdalih, dengan aku mengampu mata pelajaran yang di luar bidangku, secara otomatis aku juga belajar ilmu baru. ("Hahaha. Tapi aku tidak ingin mengambil lahan pekerjaan orang lain, Pak!" Begitu pikirku saat waktu itu)

Aku ingin sekali menolak permintaan beliau waktu itu, namun demi kesopanan, aku beralasan ingin meminta persetujuan orang tua dulu. Bapak Kepala Sekolah pun mengamini, namun tetap dengan jejalan kalimat bujukan agar aku bersedia mengajar di sana. Beliau memintaku untuk segera memberi kabar ke sekolah, jika aku bersedia dan mengambil tawaran ini, beliau langsung memberiku kesempatan mengajar besok paginya. Sebelum aku pamit pulang, beliau juga memintaku untuk mengcopy modul-modul grafika. Dan akhirnya aku pulang dengan membawa segudang perasaan campur aduk dan keputusan yang harus segera aku ambil.

Sampai rumah, apa yang aku lakukan? Tentu saja aku bercerita panjang lebar kepada Ibuk. Menceritakan setiap detail yang dibicarakan dengan kepsek, dan tak lupa mengatakan segala yang terpendam dalam hatiku. Selayaknya ibu yang bijaksana, Ibuk pun menyarankan kepadaku untuk mengambil tawaran itu, toh menurut beliau setiap hari aku hanya berkegiatan di sore hari, jadi lebih baik pagi harinya digunakan untuk mengajar di sekolah. Lagipula, kalau ada tetangga yang berkomentar kan setidaknya kamu sudah memiliki jawaban, (omongan tetangga! Ini bagian yang paling aku benci) begitu nasehat beliau kepadaku. 

Malamnya, aku juga bercerita kepada Bapak, dan jawabannya kurang lebih sama. Mungkin memang orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, dan mungkin inilah jalan terbaik yang dipilihkan orang tua untukku. 

Hari ini, tepat pukul 7 pagi aku sudah bertandang ke SMK Tunas Bangsa. Menuruti nasehat orang tua. Aku belum pernah mengajar siswa SMK sebelumnya, apalagi mengajar mata pelajaran yang bukan bidangku. Akan aku taklukkan tantangan ini. Dan semoga kesempatan mengajar ini (benar-benar) menambah daftar pengalaman mengajarku.

"Selamat pagi, siswaku!" sapa bu Ulfah di kelas X grafika hari ini.

Senin, 06 Januari 2014

Hari ke 16: Blog Favoritku

Hai!

Saat ini dunia blog sudah sangat marak sekali. Tua muda berlomba-lomba menampilkan hal-hal menarik dalam blog mereka. Nah, dari ribuan bahkan jutaan blog yang sudah beredar saat ini, beberapa sering menarik perhatianku bahkan sekarang menjadi blog favoritku. Aku bisa berlama-lama membaca isi blog mereka. Berikut akan aku tunjukkan beberapa blog favoritku tersebut.

1. Shitlicious



Yang sering nongkrong di twitter pasti tidak asing dengan nama ini. Shitlicious ini selain terkenal di blog, juga popoler di twitter, bahkan dia menyadang predikat seleb twit. Pemilik Shitlicious ini yaitu Alit Susanto, (katanya) seorang mahasiswa abadi yang betah berada di pangkuan dosen pembimbing. Blog yang dia buat itu bergenre komedi pintar. Kalau zaman sekarang, komedi pintar lebih dikenal dengan sebutan stand up comedy, namun dalam Shitlicious ini bukan berisi materi-materi seperti yang dibawakan di show stand up comedy, melainkan Alit mengemas nasehat dan ilmu kehidupan dalam sebuah deskripsi komedi. Hal ini membuat pembaca tidak merasa bosan membaca dan ilmu yang disampaikan dapat lebih mudah mereka cerna. Selain itu, desain tampilan blog Shitlicious ini juga menarik. Terlihat lucu namun tidak menggemaskan, cocok dibaca oleh pria wanita dari segala usia. Untuk yang penasaran dengan Shitlicious, silakan buka www.shitlicious.com atau twitter @shitlicious.

2. Fahdisme



Ini merupakan blog pujangga yang sangat aku gemari. Blog ini milik Fadh Djibran, seorang penulis buku. Aku mengenalnya bukan dari buku, aku bahkan belum pernah membaca bukunya (peace!^^v ), aku mengenalnya murni dari blog. Awalnya aku mendapat rekomendasi dari temanku untuk membuka Fahdisme ini, setelah aku buka, aku terpana dengan isinya. Menakjubkan! Dan itu membuatku candu membuka isi blognya terus menerus. Sekarang ini Fadh tergabung dalam inspirasi.co, dia juga menuliskan sajak-sajaknya di sana. Jadi kita tidak hanya bisa menemuinya di www.fahdisme.com tapi juga bisa di inspirasi.co/user/memberid/35.

3.Fashion in Headscarves


Blog ini milik seorang model hijab dari Indonesia, Indah Nada Puspita. Tidak jauh dari profesinya itu, isi blog Indah Nada Puspita ini juga menghadirkan sisi Indah sebagai seorang model. Di dalam blognya, Indah mendeskripsikan busana yang ia kenakan dalam berbagai moment acara. Deskripsi ini ia tunjukkan dengan beberapa sesi pemotretan dalam setiap tema yang ia bawakan. Cantik, energik, dan segar. Itulah kesan yang didapatkan ketika melihat isi blog Fashion in Headscarves ini. Dulu Indah juga sering memberikan tutorial berhijab dan make up dalam blognya, namun sekarang sudah jarang lagi. Malah konten yang Indah tampilkan sekarang lebih mengerucut pada headscraft. Seperti apa headscraft yang Indah tampilkan, buka saja di www.indahnadapuspita.blogspot.com

4. The Merchant Daughter



Pernah dengar? Kalau Dian Pelangi pernah? Iya, blog ini milik desainer muda yang cantik, Dian Pelangi. Aku suka melihat-lihat busana dari Dian Pelangi ini. Sama seperti blog milik Indah Nada Puspita tadi,The Merchant Daughter ini juga mengusung tema deskripsi busana, bedanya Dian Pelangi ini mendeskripsikan busana karyanya sendiri, kalau Indah mendeskripsikan busana milik butik yang mensponsorinya. Dua-duanya cantik, dua-duanya menarik, dua-duanya menginspirasi. Silakan kunjungi Dian Pelangi di www.blog.dianpelangi.com

5. Ulfah Mey Lida



Kalau ini pasti tahu dong. Yaiyalah, daritadi kan kalian sedang membaca tulisan dalam blog Ulfah Mey Lida. Hahaha. Ini salah satu blog favoritku juga, karena dalam blog ini menampilkan pengapresiasian terhadap karya orang lain. Selain itu, di dalam blog ini Ulfah Mey Lida juga menyajikan puisi-puisi indah karya dia sendiri. Tampilan blog didesain sangat sederhana, tidak memakai banyak aksesoris di dalamnya. Hal ini membuat pembaca tidak perlu menunggu lama untuk membuka blog ini. Nah, untuk yang penasaran bagaimana cara mengakses blog ini, silakan kunjungi www.umeylida.blogspot.com atau di twitter @umeylida

Itulah beberapa blog yang menjadi favoritku selama ini. Semoga kalian terinspirasi dan tergugah membuat karya seperti mereka bahkan lebih baik dari mereka. Baiklah, cukup sekian postingan hari ini. Sampai jumpa! :D

Sabtu, 04 Januari 2014

Rampak Puisi: Temaram Rindu

Hai!

Malam ini secara tidak sengaja aku melakukan rampak puisi bersama Mas Hasan. Hahaha. Rampak puisi kali ini bukan rampak biasa, kami menulis puisi secara bergantian, sambung menyambung, bergantian pada tiap baitnya. Awalnya Mas Hasan ini memberiku tantangan untuk menulis puisi (yaelah anak bahasa ditantang, men!), dia penasaran dengan puisi buatanku. Well, aku terima tantangan itu, aku tuliskan satu bait puisi bernada gerimis. Dia bilang puisiku bagus. Tidak puas dengan pujian itu, aku tantang balik Mas Hasan untuk meneruskan bait puisiku tadi. Jadilah kita berbalas bait puisi. Tidak terlalu panjang, namun setelah ditulis ulang dan dijadikan satu, hasilnya lumayan juga. Penasaran? Ini dia!

(Aku)
Gerimis memulai malam ini dengan manis yang tipis.
Bukan aku yang mendambanya, namun dia datang seolah tak pedulikan senja di depan.
Dia jatuh, melewati setiap jengkal awan yang hampir menjelma pelangi.

(Mas Hasan)
Ada hangat yang hadir, ada senyum yang tersingkir.
Kita bersama memaki rindu.
Pada siapa kita mengadu.

(Aku)
Selalu begitu.
Gerimis manis dengan buaian angin tipis.
Membangunkan rindu yang mengalun sendu di dasar hatiku.
Siapa pula yang mendambanya.
Bahkan sedetik pun tak pernah aku bernafas dengan helaan namanya.
Namun dia tetap datang, tanpa aku tawarkan. 

(Mas Hasan)
Termaram telah usai.
Diganti bintang gemintang lampu jalanan.
Gerimis sekali lagi menyeka wajah kota yang menua.
Adakah rindu dititipkan langit melalui rinai.
Aku masih menunggu.


Kemudian aku menemukan gambar ini di Google. Sepertinya cocok untuk melengkapi rampak puisi kami :D

Sumber: statik.tempo.co

Bagaimana? Ranger Belalang pandai berpuisi kan? :))

Kamis, 02 Januari 2014

Hari ke 15: Tangan Super Kreatif dari Malaikat Super Tampan

Hai!

Dalam postingan ini aku akan membagikan pengandaianku tentang sesuatu yang menakjubkan. Pengandaian itu berkaitan dengan sebuah kekuatan super. Kekuatan yang tidak bisa dimiliki oleh manusia biasa. Baiklah, silakan disimak pengandaianku berikut ini.

Seandainya aku diberi kesempatan oleh seorang malaikat tampan untuk memilih satu kekuatan dari daftar kekuatan yang dia miliki, aku ingin meminta kekuatan tangan super kreatif. Aku selalu memimpikan memiliki dua buah tangan yang bisa menciptakan apa saja dengan sekali sentuhan. Biasanya aku harus mengulang beberapa kali percobaan untuk dapat menghasilkan karya yang pantas dipuji. Yaa meskipun kata pepatah kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda, tapi ini kan pengandaian, jadi terserah aku kalau menginginkan tangan super dong. :))



Pasti menyenangkan sekali jika memiliki tangan super. Misalnya jika aku sedang tidak ada kerjaan, dan bingung melihat tumpukan kain perca di rumah, aku tinggal menyentuh tumpukan kain perca itu, dan wush! jadilah beberapa blous dan gamis etnik unik ala Tuneeca. Misalnya lagi, di rumah sedang tidak ada makanan dan perut keroncongan. Aku tinggal masuk ke dapur, mengambil beberapa bahan makanan, dan menyentuh alat-alat masak di dapur. Maka wush! wush! wush! sup komplit dan ayam goreng kremes pun tersaji. Hahaha menyenangkan bukan?

Ketika akan berangkat ke pesta, ternyata rok yang akan aku pakai belum disetrika, belum mandi, belum dandan, dan waktu sudah sangat mepet. Dengan memiliki tangan super kreatif ini aku tidak perlu khawatir. Tinggal menyentuh rok yang masih kusut itu, maka rok itu pun rapi dan siap untuk dipakai. Aku tinggal mandi, dan tidak perlu bersusah dandan, karena dengan sekali sentuhan pada alat make upku, riasan wajah pun siap. Dengan sekali sentuhan pada pashmina, hijab cantik pun sudah rapi di kepalaku. Dan cring! Aku siap pergi ke pesta bak cinderella.

Eh, tunggu. Kalau malaikat tampan tadi tahu bahwa kekuatannya aku gunakan seperti itu, bisa bisa dia murka dan akan mengambil lagi kekuatan tangan super kreatif ini. Baiklah, aku ralat semuanya.

Aku akan memanfaatkan tangan kreatif ini untuk menciptakan pengaman tanggul di tiap-tiap sungai yang ada di lingkunganku. Kalian tahu? Hampir setiap musim penghujan tiba, warga di sini selalu waspada banjir. Bukan banjir akibat sampah menggunung di sungai, melainkan kekuatan tanggul sungai di sini kurang kokoh. Jadi setiap kali ada luapan sungai di daerah seberang, sungai-sungai di sini pun kebagian kiriman air itu, dan ironisnya sungai kami tidak sekokoh sungai di daerah seberang. Jadilah kami menanggung banjir kiriman dari sana.

Aku ingin membuat tanggul itu kokoh. Entah itu menggunakan peralatan dan bahan baku apa. Dengan tangan super kreatif pemberian malaikat tampan tadi, aku yakin bisa menciptakan pengaman tanggul yang kokoh. Agar tidak ada lagi banjir lanjutan di musim mendatang. Agar tidak ada lagi teriakan-teriakan warga yang meminta bantuan karena rumahnya mulai tenggelam. Dan agar tidak ada lagi petani yang mengaku gagal panen padi-padian. 

Baiklah, cukup pengandaianku ini. Sesungguhnya pengandaian itu berfungsi menjaga daya imajinasi kita agar tidak mati. Jangan pernah takut untuk berandai-andai! Dan semoga malaikat tampan tadi membaca pengandaianku ini, dan mau mengabulkannya. Amin. :D

Apa Pendapatmu tentang Masterpieceku ini?

Hai!

Ternyata aku bisa menjahit guys! Aku bisa membuat pakaian! Hahaha.




Beberapa hari yang lalu aku iseng menggunting-gunting kain perca batik yang menumpuk di rumah. Aku potong kain-kain itu seukuran persegi. Kira-kira sebesar ubin yang kecil itu. Dari satu kantong plastik kain perca batik, berubah menjadi ratusan persegi kain dengan ukuran yang sama. Kemudian aku kelompokan kain-kain tersebut berdasarkan warna dan bahannya

Percobaan pertama, aku memilih kain dengan corak warna senada, pink kemerahan - merah bata - merah kecokelatan dengan bahan katun. Pada percobaan pertama ini aku masih awam sekali dengan dunia jahit menjahit. Yaa meskipun Ibuk setiap hari bergelut dalam bidang ini, namun terakhir kali aku meminta beliau mengajari menjahit itu ketika aku duduk di kelas 6 SD. Nah, kemarin waktu pertama kali duduk di belakang mesin jahit lagi, aku harus berkali-kali bertanya kepada Ibuk tentang apa yang harus aku lakukan. Ibuk pun memberikan instruksi bahwa aku harus menyambung persegi-persegi kain perca itu dengan urutan pola tertentu. Hal ini dimaksudkan agar hasil sambungannya nanti dapat membentuk setengah lingkaran, sehingga dapat dibuat sebuah rok klok.

Apa itu Rok Klok? Rok Klok merupakan rok panjang yang melebar ke bawah. Kalau dipakai, rok tersebut dapat mengembang dan menjadikan si pemakai bak cinderella (Ok, ini berlebihan). Ibuk yang mengusulkan untuk membuat rok ini, karena beliau pernah melihat orang memakai rok perca dengan model seperti ini, dan menurut beliau itu terlihat cantik sekali. Aku pun menurut usul beliau. 

Untuk membuat sebuah rok klok dari kain perca, aku harus menyusun potongan persegi kain dengan urutan sebagai berikut. Dua baris persegi kain dengan jumlah 7 buah, dua baris persegi kain dengan jumlah 6 buah, dua baris persegi kain dengan jumlah 5 buah, dan dua baris persegi kain dengan jumlah 4 buah. Pola ini aku dapatkan setelah berunding bersama Ibuk (sebenarnya Ibuk yang lebih banyak mengusulkan, aku hanya mengamini karena memang masih awam). Baris-baris tersebut kemudian disambung secara bersusun sesuai urutan, 7-6-5-4. Jahit persegi kain dengan pola tersebut sebanyak dua kali untuk mendapatkan bagian depan dan belakang rok.

Peranku dalam percobaan yang pertama ini memang tidak banyak, hanya menyambung potongan-potongan persegi kain perca itu. Setelah sambungan itu jadi, karyawan Ibuk ikut membantu mengobras dan merapikan jahitannya. Dan setelah semuanya siap, Ibuk kembali turun tangan untuk memotong kain tersebut sesuai dengan pola rok klok. Kemudian Ibuk melanjutkan menjahit kain tersebut, mulai dari dari menjahit bagian pinggir, menjahit bagian bawah, menyisipkan kantong, dan membuat ban pinggangnya. Cepat sekali, aku bahkan tidak tahu kapan Ibuk menyelesaikannya, tiba-tiba saja beliau sudah memintaku untuk melihat hasil akhirnya. 

Hasil percobaan #1

Nah, hari ini, tepatnya pagi tadi, aku melakukan percobaan yang kedua. Aku masih memilih kain yang berbahan katun untuk percobaan ini, namun pilihan warna aku ganti dengan putih kebiruan - biru - biru kehijauan - hijau. Belajar dari percobaan yang pertama, aku memutuskan untuk mengganti pola dan urutan penyambungan setiap perseginya. Berdasarkan pengalaman Ibuk saat memotong kain dan membentuknya sesuai pola rok klok, ada beberapa sudut yang "bolong" sementara di sudut yang lain justru kelebihan. Oleh karena itu, urutan pola persegi aku ubah menjadi: empat baris persegi kain dengan jumlah 7 buah, dua baris persegi kain dengan jumlah 6 buah, dan satu baris persegi kain dengan jumlah 5 buah. Dalam penentuan pola ini, aku benar-benar berunding bersama Ibuk, sudah tidak dimonopoli beliau lagi karena aku sudah belajar dari percobaan pertama. :D Aku juga mengubah susunan penyambunganku. Yang semula aku menyambungnya secara acak tanpa mempedulikan motif kainnya, di percobaan yang kedua ini aku menyusunnya dengan menyesuaikan motif kain.

Di percobaan yang kedua ini, mulai dari tahap menyambung persegi kain hingga mengobras, aku lakukan sendiri. Setelah terbentuk kain, aku serahkan kembali kepada Ibuk untuk dipotong berdasarkan pola rok klok. Kemudian Ibuk membantu menjahit menyisipkan kantong di bagian samping. Setalah itu Ibuk menyerahkan kembali kepadaku untuk melanjutkan menjahitnya. Aku menjahit bagian pinggir rok, bagian bawah rok, dan membuat ban pinggang rok. Yaa meskipun hasil jahitanku itu belum serapi Ibuk, tapi aku bisa menjahitnya hingga terbentuk sebuah rok klok. 

Hasil percobaan #2

Melihat hasil pekerjaanku itu rasanya senang dan puas sekali. Aku rasa untuk ukuran pemula, hasil ini sudah bisa dibilang bagus dan cocok dipakai. Hahaha. Kalian sependapat denganku? :D

Aku ingin terus belajar menjahit agar dapat membuat rok klok yang lebih bagus lagi dan dapat membuat pakaian-pakaian lain. Aku akan menyerap ilmu itu dari Ibuk. Doakan ya!